Thursday 8 October 2015

surat kesekian

Ponselku berdering dan seperti kebanyakan remaja lainnya, aku kelabakan mencarinya agar dapat segera tahu siapa yang menghubungi.

Napasku berhenti.

Dia.

"Halo?"

"Kenapa?" Aku menyahut cepat, tapi nada suaraku stabil. Mudah-mudahan terdengar bagus di telinganya.

"Kamu di mana?"

Semoga masih di hatimu, tidak beranjak ke mana-mana. "Di rumah, baru nyampe. Tadi emang lagi jalan, sih."

"Arisan ya?"

"Anggap aja gitu, deh," aku nyengir meski tahu dia tidak bisa melihat.

"Besok ulangan ya?"

"He-eh," aku terdengar seperti orang mengeluh, aku tahu. Tapi Aulia yang dia kenal memang begitu. Justru normal mendengarku merutuk-rutuk atas hal-hal sederhana. "Matematika, lagi."

"Ya udah, belajar, ya." 

Aku tersenyum. "Iya. Dadah."

"Dadah."

I love you, I wish you knew.

**


10:32 pm

"Hpmu bunyi tuh," adikku memasang muka bete. Seakan-akan tahu siapa yang menelepon, dia kembali melanjutkan, "Nggak usah dijawab, sok-sokan aja udah tidur."

Aku tersenyum tipis sembari menatap layar ponsel. Tidak akan. Aku biasa mengabaikan telepon tengah malam dari siapa pun (pengecualian kalau aku memang masih terjaga), apa lagi dengan keadaan lelah dan hampir mencapai mimpi begini. Tapi pemuda ini pengecualian.

"Halo? Aku sudah mau tidur," tanpa ba-bi-bu, aku memilih untuk jujur.

"Oh, sudah mau tidur?" Aku berdeham sembari mengiakan. Tapi ia mulai bercerita soal lingkungan sosialnya yang kurang menyenangkan dan aku tak bisa membayangkan tidak punya teman dekat saat berada jauh dengan orangtua seperti keadaannya saat ini.

Ayahku sedang menelepon di depan kamarku sementara ia masih bercerita. Adikku mendengus dan buru-buru tidur dengan telinga yang ditutup. Aku tahu dia benci keputusanku untuk mengangkat telepon, tapi siapa yang peduli? Aku pelupa, bahkan meski baru dua minggu tidak dihubungi karena masing-masing dari kami tenggelam dalam kesibukan sekolah dan ulangan tengah semester, aku sudah lupa bagaimana suaranya biasa terdengar.

Menyedihkan, ya?

Makanya aku mau dengar ceritanya sekarang walau mataku meronta-ronta minta istirahat. Meski cuma sebentar, tak apa. Setidaknya kini aku ingat. Paling tidak, setelah minggu-minggu yang melelahkan, ia masih punya tempat berbagi cerita walau cuma sebentar. Aku berusaha menjadi teman yang selalu ada. Orang-orang bilang, yang istimewa akan kalah sama yang selalu ada. Aku tidak mau terlupakan. Panggil aku orang teregois sedunia, tapi aku mau dua-duanya. Istimewa dan selalu ada.

Aku berusaha, mudah-mudahan dia tahu.

Ayahku mengucapkan salam pada orang di seberang teleponnya. Aku tahu ocehan anak ini harus berhenti sebelum kepala ayahku melongok dan mulai bertanya dengan muka datarnya.

Ha, aku memang pemberani. Apa nekat? Tapi siapa yang peduli?

"Hei! Aku sudah betul-betul mau istirahat. Kenapa ceritamu nggak selesai-selesai?"

Terdengar jahat sekali. Bahkan aku setengah tak percaya pada ucapan dari mulutku sendiri. Aku nggak mau ceritanya diakhiri, tapi daripada aku justru ketiduran dan dia malah bermonolog sendiri, lebih baik begitu. Meski aku merasa bersalah juga karena selama ini dia selalu sabar mendengarku keluhan-keluhanku, malah meminta untuk terus berbicara.

"Nggak papa, aku senang dengar suaramu. Lanjutkan ceritanya."

Kurasa aku nggak mau peduli-peduli amat kalau ada yang bilang suaraku cempreng. Asalkan dia tidak merasa begitu.

Iya, kadang aku memang lebay. Maafin, ya.

"Oh, ya sudah. Pergi tidur, sana." Nada suaranya tak tertebak. Marahkah dia? Atau kecewa karena ceritanya dipotong?

Hening sejenak. Aku tahu dia akan mematikan sambungan telepon dengan cepat setelah ceritanya kugunting tiba-tiba begitu.

Seandainya dia tahu aku juga tidak mau melakukannya.

Sambungan telepon dimatikan seperti yang kuduga. Aku tersenyum pahit menatap layar ponsel. 8 menit 3 detik yang berharga.

Kutarik selimut hingga menutup sampai kepala. Aku menghela napas panjang. Maaf, aku berbisik pada diri sendiri. Aneh memang, aku mengecewakan diriku sendiri, makanya meminta maaf, juga pada diriku sendiri.

Kali itu, sebelum mataku terpejam aku sempat membisikkan harapan; untuk ulangan Matematikaku, untuk pagi yang akan kuhadapi beberapa jam lagi.
Tak lupa untuk kesehatan dan keselamatannya.

Entahlah. Sejak jatuh cinta, egoismeku terkikis pelan-pelan. Ada harapan yang selalu terpatri untuk dia. Bukan macam-macam selain nilai bagus untuk semua mata pelajaran (karena aku tahu dia bekerja keras), kenyamanannya atas tempat tinggal baru, serta untuk kesehatan dan keselamatannya.

Halah, kenapa malah jadi doa umum para ibu untuk putranya begini, ya?

Ya sudahlah.

Apa dia bakal membaca tulisan ini?
Menurutmu bagaimana?
Tunggu, atau jangan-jangan yang baca ini kamu?
XD




Jumat, 9 Oktober 2015
Aulia Azizah, kepengennya sih dipanggil Iza.
















Friday 14 August 2015

an apology

Hai. Hai hai hai hai hai ya ampun, hai.
Yang ini, mudah-mudahan dibaca. Kalau nggak dibaca, yaaaa aku cuma bisa guling-guling saja. Aduh, gak nyambung. Maaf ya, heuheuheu.

I just want to say sorry for all the bad thoughts I wrote on my previous post. For all the curses and swears I softly typed. Maaf, ya.

But most importantly, I want to thank you. For every little things you've done; the Iate night conversations, all the stories you decided to share to me, and so on. I really mean it.

My feeling is indescribable. Yang sehat, ya. Please. Jangan sakit. Kamu orang kuat, aku tahu. Kalau nggak, kamu gak bakal bertahan sejauh ini, kan? Seenggaknya, kamu dan Theresa adalah alasan di balik Aulia yang jadi jarang mengeluh ketika dihujani tugas. Apa yang kalian jalani lebih berat tapi seenggaknya, kalian terlihat baik-baik saja.

Hahaha rasanya lucu melihat tulisanku sebelumnya. Aku memang betul-betul nggak mau berjuang untuk hal yang sia-sia, jadi kala itu aku menyerah. Tapi kemudian kamu mau datang dan menjelaskan.

Kita sama-sama berjuang walau dalam medan berbeda, kan? Sementara kamu melawan Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika, aku juga berusaha membantai anak-anak IPS. Hahaha. Ya ampun, bahasaku. Ah tapi begitulah. Aku nggak menemukan alasan untuk kesal lagi, sayang, tenang saja. Malah sekarang rasanya perlu kupikir berulang kali sebelum menyapa karena waktumu lebih bagus dipakai untuk istirahat atau pergi keluar melihat-lihat dunia.


Out of all these things I've done, I think I love you better now
:)

PS : mind to listen to Little Things by One Direction? Because I'm in love with you, and all these little things (oh ya ampun, Aulia bisa manis juga ternyata).

Selamat malam! Hehehe.

Wednesday 12 August 2015

call it a proper goodbye

Hai. Halo. Aku nggak tahu sih kamu baca ini atau nggak, tapi aku nggak peduli.

... Apa kabar?
I hope you're doing well at school. Sepertinya sekolah membuat kita semua sibuk sekali, ya? Sekolahku pakai kurikulum lama tapi tetap saja tiap pulang ke rumah, badanku serasa remuk.

Tunggu, tadi aku mau bilang apa ya?

Ah ya. It's been ages since the last time we talked. I guess you don't miss me, because it seems so.

Hari pertama pesanku cuma kau baca, aku bisa memaklumi. Aku tahu kok, dirimu berubah jadi orang sibuk sejak masuk SMA.

Hari kedua, tetap saja cuma kau buka tanpa balasan apa-apa. Oke, aku cuma bisa mengedikkan bahu. Barangkali lelah menyerang sehingga jari-jarimu enggan mengetik hal-hal panjang.

Begitu, begitu terus sampai hari kesekian karena aku letih menghitung dan akhirnya menyerah. Hei, kalau memang semua ini hendak kau akhiri, kenapa tak pernah kau ucap selamat tinggal yang jelas?

Aku nggak sakit hati kok, sungguh. Aku cuma kesal. Terasa betul bedanya untukmu kan? Semuanya kubiarkan seperti itu karena aku masih berpikir dirimu begitu sibuk, walaupun agak ganjil juga untuk tetap konsisten cuma membaca pesan selama seminggu, betul-betul tanpa balasan apa pun. Anak kelas 10 SMA memangnya sesibuk apa?

Semuanya masih kurasa wajar hingga adikmu membahas kepindahan tempat tinggalmu yang sekarang dekat dengan kos putri, serta kau yang masih sering meneleponnya. Ha, kalau punya waktu untuk menelepon adik, kenapa pesanku cuma terbaca saja, ya?

Semuanya mendadak jelas. You don't want me in your life anymore.

Aku nggak salah kan?

Nope, semuanya tertebak kok. Memang wajar sekali. Memangnya aku siapa? Dibandingkan perempuan-perempuan yang pernah ada dalam hidupmu sebelumnya, aku tahu aku cuma butiran debu. Semua ini membuat kata-kata salah satu teman baikmu kembali terngiang jelas, mungkin aku memang pelarian. Kau katakan terserah hendak percaya atau tidak. Dulu aku nggak peduli. Tapi setelah apa yang terjadi akhir-akhir ini, apa nggak bodoh kalau aku tetap menganggapnya angin lalu?

Ah, sudahlah. Kutulis panjang begini, belum tentu kaubaca sampai habis. Seorang teman baik yang sudah kau anggap jadi kakak menyarankanku untuk berbicara, tapi melihat pesan-pesanku yang cuma kaubaca saja aku kesal setengah mati. Nggak, aku nggak mau kembali mengirimimu pesan. Enak saja, aku nggak mau dicuekin lagi.

Sebenarnya inti tulisan ini apa, ya?

Mungkin kekesalanku atas semua pesan tak terbalas. Tapi bisa jadi juga jeritan tanya mengapa semuanya jadi seenggak jelas ini.
Ralat. Jelas, deng.
Ini minta putus diam-diam, 'kan?
Siapa yang tahu kamu nggak tega, jadi pergi perlahan tanpa pamit?
Ya sudahlah, toh aku tahu perempuan-perempuan Kota Apel memang cantik-cantik, heuheuheu.

PS : kalau Lebaran kamu pulang, tolong tetap datang ke rumah. Bosan juga kudengar pertanyaan orang-orang di sekitarku tentangmu. Selama ini aku cuma bisa menggelengkam kepala sembari mengangkat bahu. Tapi sekarang mungkin sudah jelas, ya? Berarti, kalau kuhitung-hitung, aku mantanmu yang ketujuh. Betul nggak? Kalau iya, biarkan aku merasa takjub, karena itu salah satu angka favoritku selain 2, 5, 9 dan 8. Hahaha.

Saturday 8 February 2014

Curcol

Haaai Guys! Blogku kutinggal hiatus 2 bulan ya? Deu biasa dong, Aulia kan sibuk HAHAHA, ga deng becanda, sesibuk apa sih Aulia di rumah, sampai ga sempet ngurus blog? Dari skala 1-20, kesibukanku adalah 0.

*backsound suara piano yang biasa dimainin buat unexpected answer* *apasih

Hehe, akunya aja kok yang males apdet, toh juga gaada yang baca, muahaha *ketawa sedih*. Tapi ternyata itu semua salah loh. Di sebuah sore yang tenang, aku ngeliat-liat TL dan dapet mention dari Kila yang bilang kalau blogku bagus. Aku langsung siaga 1 aja, waduh ini ketahuan dong kalau Aulia pernah galau? Hahaha.

Dan keesokan harinya, aku langsung dicecar sama Nia (beuh, langsung berasa kayak saksi KPK gitu, soalnya dicecar. Haha ga deng, lebay) dengan pertanyaan, "Apa Aulia punya kecengan? Apa ada tetangga yang lagi disukain?" Yang mana bikin aku cengo, apaan coba, tetangga aku baru kelas 2 SD, ada lagi masih setaun dan 4 tahun. Mana bisa dikeceng, mereka kan cewek HAHAHA *gubrak*
Karena aku bingung, Nia pun menjelaskan bahwa dirinya, Metha, dan Yessy ngebuka blog ini dan nemu post di bawah. Deuh aku langsung ngakak aja, just because I write a poem like that, doesn't mean my heart is broken, lah. Dan langsung kujelaskan bahwa poem di bawah itu draf lama yang ketimbun dan belum sempat aku post. Sekalinya aku post (yang mana  perasaan aku dalam keadaan sudah normal, ya maksudnya udah ngga galau lagi), malah dikira lagi ngeceng orang. Hm.

Cukup sampai sini verifikasinya, I think its enough.
**
Nah, aku mau cerita tentang beberapa mapel nih. Mat, Fs, Bio, B. Ingg. Hm, mari mulai dengan Mat!

Oke, jadi I started this semester with Pythagoras' theory, which is fun! Wow, demi apa Aulia bilang Mat is fun, eh? Hahaha aku ga becanda, materi yang ini asyeek zekalih. Tinggal ngali-ngali, beres *perasaan dari awal SMP emang ngali adalah faktor penting loh Zi. Hm*

Eeeeh terus di sebuah malam yang damai, dengan perasaan aneh yang tiba-tiba merasuk (baca : aku buka buku, belajar! Woah, I am so happy, rada bingung jugalah, kok tumben aku belajar *gedubrak*), aku buka-buka buku Mat dan nemu materi tentang lingkaran.


...


...


...
Materinya bikin puyeng, manteman

*krik krik

Ih, serius. Dulu waktu SD, akraaab bangetlah sama si lingkaran, sampai hafal mati karena angka yang dikeluarin mah itu-itu aja, hahaha. Yang masih kelas tujuh, hayu ngaku! Ngeliat angka diameternya aja, langsung tau deh itu keliling atau luasnya si lingkaran berapa. Iya kan? Tapi di kelas delapan ... never expect you'll learn the same things about the circle deh *loh kok nakut-nakutin*
Terus, aku juga once opened my old Math's book and guess what, I realized that Math is easy! Duh, kenapa coba ngerti materinya sekarang, kenapa ga dulu-dulu aja? Kenapa pas materinya udah lewat, aku ngertinya belakangan? *"Karena kamu males, Zi!" teriak para readers*
Udahan ah, males ngumbar kebegoan di Mat hahaha. Lanjut ke Fisika!
**

Fisika ... hm ini sepupuan sama Matematika, tapi ga lebih ngepuyengin dong. Haha, iya beneran. Doain aja semoga begini mulu sampai aku lulus yah, hehe. Aamiiin. Selain itu, guru Fisika aku kelewat baik (guru Matematika juga baik loh, banget malah), jadi memang ngubah mindset aku dari awal soal mapel satu ini (baca : "Wow, Fisika juga ngitung! Wow, aku bisa puyeng karena belajar ngitung dua kali! *paansih).
Anyway, nilai sehari-hari aku emang bagusan Fs dibanding Mat, gimana engga, dapet 100 mulu gituloh *beuh dasar pamer*. Kalau ditanya kenapa ... ya karena soalnya gampang. Haha, jawabannya klasik sekali ya *krik krik*
Doain aja semoga nilai aku stabil, ya! Aamiin.
**

Oke, Biologi! Tbh, I don't really love Biology *terus Bu Lilis baca* *lalu Aulia dikemplang*. Hehe, jadi untuk dirimu yang berpikir Aulia pintar dan suka Biologi, ya kamu bener sih *dasar labil* aku ngga terlalu suka Biologi, tapi seneng belajar tentang makhluk hidup *"Ya sama aja lo suka sama Bio, bego!" Readers nyumpah-nyumpah*

Apalagi tuh ya, kalau udah nyampe penghafalan nama Latin. Beuh, aku cuka cekaleeh! Mwehehehe, selain itu atmosfer di B-Club (klub Biologi di sekolah aku, jadi kalau ada OSN Bio, yang diambil untuk ngewakilin sekolah, ya dari B-Club) juga menyenangkan, ada Alfitrah, Siti, Elyada, Josua, Deevryan, Anggi, Tarisa, Mia ...hm siapa lagi ya? Oh ya, Aulia dan Asher *gedubrak banget, namanya sendiri aja lupa HAHAH* yang selalu ngumpul di 7A untuk belajar Bio bersama Bu Lilis tercinta pada hari Sabtu. Tak jarang juga kita bersepuluh debat, yang mana it often ends up with laughing at ourselves' stupidity (or stupidness?), wkwk.

Intinya, Ich liebe dich, Biologie!
**

Okay, so its the time that I would tell you about my most favourite lesson, English! Wew, I dunno how to explain, I just simply do love English. Dulu, waktu masih tinggal di Balikpapan sama Pakde (kakaknya Ibu), Ibu aku sempet les Bahasa Inggris. Bukan, bukan belajar dari nol kayak anak kelas 1 SD. Ibu seneng sama Bahasa Inggris dan memutuskan untuk belajar lebih lanjut. Sampai suatu hari, aku disuruh beres-beres rumah dan nemu sebuah buku--yang ternyata dibeli Ibu di tempat lesnya--di lemari. Weeew, bukunya asyik banget dan Ibu akhirnya menghibahkan buku itu sama aku. The saddest part is, I forgot where I save it *cries*

Ya gitu deh, aku sampai sekarang sedih bgt, bisa-bisanya aku lupa di mana aku nyimpennya, huhuhu. Oh ya, til one day, my uncle visited my dad's house (yep, aku belon punya rumah) and gave me Encarta Dictionaries, Encarta Premium DVD 2009 & Encarta Kids 2009 (mereka satu paketan) which does help me to learn English without spending my time in an English course or with a private teacher. Sumpah, bener-bener ngebantu karena it doesn't only contain kata-kata biasa di bahasa Inggris (weis, tautau jadi bahasa Indo haha fail), but it also contains the slangs and the words that often use in the literary (hm itu bener ga ya Bahasa Inggrisnya, *krik).  KECE BANGET, YE GAK SIH.

Yaudah, mari kuakhiri post ini. Wassalamu 'alaikum, have a nice day, Guys! xx
Sincerely yours,
Aulia A.

Tuesday 17 December 2013

Suatu Hari Nanti

Kautinggalkan gadis itu, yang sampai sekarang masih menunggu
Takkah kau tahu, ia menggugu?
Kalimatmu manis, manis sekali seperti madu
Tapi kenapa kini kau hilang? Setelah sebelumnya kauberi ia kenangan?
Setelah kautemani ia dalam sunyi
Setelah kaubuat ia tertawa
Setelah semua gurauan yang kaubuat. Hanya untuknya. Untuknya saja.

Apa kautahu bahwa satu-satunya tempat gadis itu mengadu hanyalah secarik kertas dan sebatang pensil? Ia tulis semuanya di sana. Keluhnya. Kesahnya. Cintanya. Rindunya. Perasaannya. Benar-benar semuanya.

Sore itu, kulihat ia termangu
Diam, memandangi jendela.
Bumi sedang menangis, kuharap matanya juga tak dibasahi air.
Cukup sudah aku tahu ia menangis.
Menangisi pemuda yang tak pernah acuhkan perasaannya.

Kudekati gadis itu, lalu aku tanya, "Kamu tidak apa-apa?"
Gadis itu tersenyum, manis. Manis sekali.
"Aku tahu, suatu hari nanti, akan ada orang yang akan jadi milikku sendiri. Ya kan?"

Kau tahu, pemuda brengsek? Ia buat aku terkesiap
Siapa yang sudah ajari dia kata-kata itu? Bahkan umurnya baru menjauhi satu dasawarsa!

"Ya. Akan ada pemuda yang akan jadi milikmu sendiri. Nanti. Yang sabar, ya, Gadis Kecil."

Gadis itu berdiri, ia tersenyum.
"Akan ada, pemuda yang menjadi milikku sendiri. Tanpa harus aku menangis untuk mendapatkannya. Tanpa harus aku meminta, ia sudah sediakan tempat khusus untukku, di hatinya."

Luka itu kembali merayapi hatiku.
Gadis sekecil ini, sudah bisa merasakan pedihnya cinta? Malang. Ia malang sekali.

"Kak?"

"Eh, iya. Ada apa?"

"Akan kubuat mereka yang sudah menyakitiku menyesal! Kau tahu? Aku sedang membuat cerita. Mereka, ada di sana. Sebagai para tokohnya. Mereka kubuat jahat, jahat sekali. Akhir kisahnya adalah, mereka menderita. Salah kalau para pemuda itu langsung pergi, tanpa ada basa-basi."

Aku tersenyum pedih menatap gadis di hadapanku. Cinta, jelas-jelas mengkhianatinya. Ia kembali meracau. Tapi ucapannya jelas, bukan klise.

"Jangan pernah sakiti para gadis pecinta sastra. Atau kau akan ditulis dan dikenang sebagai penjahat di dalam karyanya."

Aku tersenyum lebar sekali. Kuharap kau membaca ini, pemuda brengsek.
Jangan pernah sakiti para gadis pecinta sastra, atau kau akan ditulis dan dikenang sebagai penjahat dalam karyanya!
**
Gadis itu, aku. Kalau kau ingin tahu.

Aulia Azizah
17 Desember 2013. 21:50 pm.
Malam yang makin pekat, tapi aku tak berhenti menenun rindu.
Untuk pemuda manakah, kubiarkan kau mencari tahu.

 

Sunday 24 November 2013

Update lagi

Hai, post terakhir di sini itu Agustus ya? Sekarang udah November, akhir pula. Apakah Aulia sibuk belajar? Oh, tentu saja tidak HAHAHAHAHAHA.

**
Oh iya, tanggal 9 Desember nanti, aku bakalan menghadapi UAS ganjil loh yeay aku senang sekali! Dan tau ga aku sekarang sering nyari apaan di Mbah Google? Soal SBMPTN SosHum! HAHAHAHA *plak

Jadi, aku gatau kenapa jadi punya keinginan gede banget kayak gajah untuk mau masuk universitas-universitas tersohor di Indonesia. Yaaa, UI, UGM, ato yang deket gitulah, paling nggak Unair juga udah oke. Aku tanyain sama Ibuku, gimana cara masuk universitas. Jadi, ibuku bilang ada dua jalur, SNMPTN dan SBMPTN. Si SNMPTN ini menggiurkan sekali pemirsah, apalagi ada kakak sepupuku yang masuk salah satu universitas bagus di Indonesia lewat SNMPTN. Ibuku bilang, nilai rapor SMA harus stabil dan konsisten dari semester satu apa berapaaa gitu. Yowes, aku mah woles aja, palingan juga gampang *gaya mode on

Terus aku searching deh di Google dan follow akun soal kuliah-kuliah gitu di Twitter. Tau ga aku nemu apa? Kalo mau masuk lewat SNMPTN, SMA-nya harus punya hubungan sama si universitas.

Dan aku langsung lemes kayak agar-agar baru jadi. Kalo gini caranya mah, berarti aku juga harus bisa masuk SMA yang bagus, dong? Oh, ya pastilah hehe. Pupus sudah harapanku untuk ngelanjutin SMA di sini (sini mana coba yaampun Aulia gaje deh haha). SMA di Malinau mah hubungannya sama universitas mana huhuhu. Padahal, aku maunya sih ga pisah sama 7A-8A,  udah comfort banget sama mereka, tapi ya inilah hidup (?)

Terus, searching lagi. Aku cari SMA unggulan di daerah Jawa Timur dan bertemulah aku dengan Smalabaya. Di situ tertulis siswa-siswinya banyak yang lolos SNMPTN. Mataku terbelalak gitu (naon lebay banget wkwk) dan seketika pengen masuk di Smalabaya. Aku cari lagi, syarat pendaftarannya. NEM minimalnya 34,80 kalo ga salah. Terus aku cengo gitu, berhasil ga ya aku dapet segitu. Bukan apa-apa, Guys, di Malinau angka NEM segitu udah gede (aku seriusan, Aldo yang NEM SDnya 27 komaberapagituakulupa aja udah yang tertinggi sekabupaten). Dan di sinilah aku menyadari bahwa kalau aku mau masuk universitas bagus, ngga dari SMA nyiapinnya. Iya, kalo SMA-nya bagus mah gapapa. Lah aku? Aku harus berjuang dari SMP. Lebay ngga sih? Ngga dong (haiyah ngejawab sendiri haha).

Eh trus aku tadi nulis soal SosHum kan? Jadi, aku kepengen masuk Fakultas Sastra (kan pilihannya ada tiga tuh, so I decide to choose Sastra Indonesia, Inggris, atau Ilmu Komunikasi. Tapi aku udah diwanti-wanti Ibu buat masuk jurusan IPA di SMA. Loh trus hubungannya apa? Ya jelas ada, ternyata si Sastra ini masuk jurusan IPS, pemirsah hahaha. Jadilah aku download macam-macam soal SBMPTN soshum, meski passion aku sebenernya pengen masuk lewat jalur SNMPTN. Jaga-jaga tak ada salahnya kan? Truth is aku pusyiiiiiiing (ditambah y dan i plusplus) sekali ngebaca soal IPS, wedew ini kayak apa ya tapi aku yakin aku bisa meski nanti insyaallah lintas jurusan. Pokoknya, harus masuk IPA! Pokoknya, nanti di kuliah ngambil Fakultas Sastra!

Jadi, sekian curcol ga jelasku ini, aku mau belajar dulu yah, untuk 9 Desember. Semangat!

Aulia A.

Thursday 22 August 2013

Julia & Daun Ginkgo

Hai kalian semua, aku iseng buka and then I realize that blog ini usang banget ya, hahaha ... Post terakhirnya tanggal 16 Juni dan ini sudah akhir Agustus. Wow, tahan sekali diriku tidak internetan selama ini, wkwk.

Ya, cukup dululah basa-basinya. Aku cuma mau promosi buku pertamaku, Julia & Daun Ginkgo di seri Bentang Belia-nya Bentang Pustaka. Aku udah ada foto cover sih, tapi adanya di HP, maaf ya, hehe.

Bukunya kumpulan cerpen dari 7 penulis yang memenangkan lomba menulis cerita fantasi. Cerpenku berjudul A World Without Math. Silakan serbu di toko buku terdekat, yaaa ^^